WACANA TARU DALAM TEKS AJI JANANTAKA KONTEKSTUALISASI PADA BANGUNAN BALI TRADISIONAL
WACANA TARU DALAM TEKS AJI JANANTAKA KONTEKSTUALISASIPADA BANGUNAN BALI TRADISIONAL
I Made Dwitayasa
Program Studi S-3 Ilmu Linguistik
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
PENDAHULUAN
Keberadaan karya sastra di Bali memberikan
dampak terhadap kehidupan masyarakat Bali terutama yang beragama Hindu. Hal ini
disebabkan karya sastra mengandung nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan
terutama kebudayaan Bali. Karya sastra yang mengandung nilai keagamaan mengatur
tentang makna dan fungsi ritual keagamaan termasuk tatacara melaksanakan
aktivitas keagamaan. Sedangkan karya sastra yang mengandung nilai kebudayaan
mengatur tentang aktivitas masyarakat dalam rangka melestarikan kebudayaan.
Karya sastra di Bali lebih banyak tertuang dalam jenis bahan naskah yaitu
lontar disamping dalam bentuk buku atau kertas.
Lontar memiliki sejarah yang sangat panjang serta mengandung nilai-nilai
sejarah, agama, filsafat, pengobatan, sastra, dan ilmu pengetauan. Hal tersebut
sejalan dengan tulisan Suarka (2007: 43) menjelaskan bahwa tardisi penulisan
karya sastra di Bali berlangsung dalam kurun waktu yang panjang yaitu dimulai
pada masa Kerajaan Gelgel dan Kerajaan Klungkung dengan sebutan kesusatraan
Jawa-Bali. Ciri-ciri karya sastra pada saat itu lebih bersifat religius dan
ritual yang meliputi bidang etika, religi, sejarah, mitologi, pengetahuan suci,
hukum, dan kemanusiaan.
Salah satu teks tutur di Bali yang
memiliki nilai keagamaan, sosial, dan budaya adalah teks Aji Janantaka. Teks ini mengandung wacana Taru atau kayu sebagai bahan utama bangunan Bali tradisional
seperti parahyangan atau tempat suci, rumah tempat tinggal, serta beberapa
bangunan lainnya seperti dapur, jinêng/tempat menyimpan padi, dan pintu masuk
pekarangan/angkul-angkul. Selain berupa bahan bangunan pembuatan bangunan
tradisional Bali diatur dalam karya sastra dalam bentuk Lontar seperti Lontar Asta
Kosala-Kosali, Asta Bumi, Wiswakarma Tattwa, yang isinya mengatur tentang ukuran serta letak bangunan
Bali tradisional.
Bangunan Bali tradisional secara umum
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: bangunan Parahyangan atau tempat suci agama Hindu dan bangunan Pawongan atau tempat tinggal. Pola ruang
dan pola perumahan tradisional Bali sangat terkait dengan pandangan hidup
masyarakat Bali. Peranan agama Hindu yang mengajarkan agar manusia
mengharmoniskan alam semesta beserta isinya tertuang dalam pola bangunan
tradisional Bali. Pada dasarnya pola bangunan tradisional Bali mengandung aspek
simbolik yaitu berkaitan dengan orientasi kosmologi yang dijabarkan ke dalam
dua aspek kegiatan yaitu yang bersifat sakral dan yang bersifat profan
(Dwijendra 2009:41)
Kayu sampai saat ini masih dominan
sebagai bahan bangunan tradisional Bali. Hal ini dapat dibuktikan diberbagai
daerah di Bali masih mempergunakan kayu sebagai bahan pokok bangunan terutama
dalam membangun Parahyangan dan
bangunan Balé Dangin, Balé Dajê, Dapur,
Angkul-angkul, Jinêng, dan Balé Loji. Dalam perkembangannya kayu sebagai bahan
pokok bangunan tersebut yang dahulunya dibuat polos dalam perkembangannya sudah
dilengkapi dengan berbagai ornamen ukiran serta selalu mengikuti perkembangan
zaman dipadukan antara gaya arsitektur modern dan arsitektur tradisional Bali.
Perpaduan dan perkembangan tersebut sangatlah wajar akan tetapi perlu diingat
bahwa nilai-nilai budaya Bali yang terkandung dalam bangunan tersebut, serta
proses pembangunannya tidak keluar dari kaedah budaya dan sastra agama.
Dari pemaparan latar belakang tersebut dapat
di rumuskan permasalahan sebagai berikut: kepertama, Bagaimanakah Bentuk Wacana
Taru dalam Teks Aji Janantaka?; kedua, Apa Makna Taru dalam Teks Aji Janantaka
Bagi Masyarakat Bali?; ketiga, Bagaimanakah Kontekstualisasi Teks Aji Janantaka Pada Bangunan Bali
Tradisional?.
Dalam penelitian ini secara umum bertujuan
antara lain: 1) Mendukung program pemerintah dalam rangka memajukan manuskrip
sebagai objek kebudayaan Bali sesuai dengan Undang-undang No. 5 tahun 2017; 2),
Membuat dokumentasi serta untuk memberikan penjelasan serta pemahaman tentang
penggunaan kayu dalam pembangunan Bali tradisional yang termuat dalam teks Aji Janantaka; 3), Menunjang
perkembangan ilmu sastra, khususnya yang berkaitan dengan penelitian sastra
agama dengan mempergunakan serta menerapkan teori dan metode kajian sastra; 4),
Memperkaya khasanah budaya Bali, khususnya dalam penelitian sastra.
Dalam
penelitian ini penulis mengunakan teori sebagai pembedah peremasalahan
diantaranya teori wacana dari Fairclough, teori Semiotik dari Peirce, dan teori
mitos dari Batrhes. Teori Wacana merupakan Grand Teori dalam penelitian ini,
sedangkan teori semiotik dan teori mitos merupakan teori pendamping dalam
penelitian. Penggunaan tiga teori ini diharapkan mampu membedah permasalahan
terkait wacana taru dalam teks Aji Janantaka kontekstualisasi pada
bangunan Bali tradisional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dirancang
berdasarkan tahapan yang dilaksanakan seperti rancangan penelitian, lokasi
penelitian, jenis dan sumber data, indtrumen penelitian, teknik pengumpulan
data, penyajian analisi data. Rancangan penelitian dirancang berdasarkan
paradigma penelitian, fenomena yang terjadi di lapangan denga pendekatan
hermeneutik. Berkaitan dengan lokasi penelitian peneliti mengadakan penelitian dibeberapa
daerah di Bali terutama daerah yang masyarakatnya terlibat dalam pembuatan
bangunan Bali tradisional. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan
data skunder dengan jenis data kualitatif. Instrument penelitian berupa alat
yang dugunakan dalam pengumpulan data berupa alat perekam, kamera, alat
pencatat data. Penyajian hasil analisis data mempergunakan metode dan teknik
deskriptif kualitatif.
FAKULTAS ILMU BUDAYA