CERITA MAYADANAWA DALAM SASTRA-SASTRA HINDU DI BALI
CERITA MAYADANAWA DALAM SASTRA-SASTRA HINDU DI BALI
Drs. I Made Wiradnyana, M.Hum.
Program Studi Doktor (S3) Ilmu
Linguistik Universitas Udayana
Cerita Mayadanawa merupakan sebuah
pengungkapan ide pemikiran kritis di balik cerita yang sudah populer bagi
masyarakat Hindu di Bali. Keberadaannya, tidak hanya berupa mitos tanpa makna,
namun sudah menjadi tradisi kehidupan masyarakat, baik dalam kehidupan sosial
maupun dalam kehidupan religiusnya. Mitos yang dituturkan secara lisan dan
ditulis dalam berbagai bentuk, merupakan karya agung yang dilakukan oleh para
pujangga masa silam yang berjasa bagi generasi masa depan. Salah seorang
pujangga yang berjasa adalah Dang Hyang Nirartha. Tokoh spiritual itu, hidup
pada masa kerajaan Gelgel pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong (1480-1550
M). Dang Hyang Nirartha (pendeta Siwa) datang dari Jawa Timur, bersama Dang
Hyang Astapaka (pendeta Buddha) mengemban misi sebagai penasihat kerajaan.
Berbagai kreativitas seni budaya, pada zaman itu hidup berdampingan dengan
aktivitas keagamaan, sehingga seni dan agama Hindu sulit untuk dipisahkan.
Kesenian yang menonjol pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong adalah seni
sastra. Dang Hyang Nirartha menulis cerita Mayadanawa dalam Kakawin
Mayadanawantaka. Dalam perjalanannya, naskah-naskah yang berasal dari
riwayat lisan melahirkan mitos Mayadanawa dengan banyak versi. Hal ini
dipengaruhi oleh selera dan kepentingan peneliti atau penyalinnya, dengan cara
menambah atau mengubah alur cerita dan beberapa nama tokoh pelengkapnya. Dalam
berbagai versi, mitos cerita Mayadanawa masih menjadi ingatan kolektif
masyarakat. Mitos Mayadanawa memunculkan sejarah lisan tentang terbentuknya
nama desa dan tempat, serta budaya perilaku suatu daerah di Bali, terutama di wilayah Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Secara lisan dan tertulis,
dalam berbagai versinya diceritakan bahwa Mayadanawa adalah seorang raja yang
memerintah di Bedahulu. Mayadanawa terkenal dengan kesaktiannya, tetapi
memilikki sifat-sifat angkara murka, serakah dan selalu menyombongkan diri dan
melarang rakyat Bali menyembah dewa-dewa, tidak boleh mengadakan upacara agama
di pura Besakih. Rakyat Bali diperintahkan memuja dan menyembah sang raja
Mayadanawa yang kesaktiannya sama dengan Dewa. Rakyat memohon bantuan dan
perlindungan. Di bawah pimpinan Dewa Indra, Mayadanawa diserbu. Dalam
peperangan, Mayadanawa gugur dan meninggalkan berbagai kenangan. Kompleksitas
hubungan mitos Mayadanawa dengan praktik seni, sastra dan keagamaan, telah
menjadi salah satu bentuk kearifan lokal Bali, yang memiliki ideologi di balik
ceritanya. Guna menelaah fenomena mitos cerita Mayadanawa pada masyarakat Hindu
di Bali, maka peneliti mengangkat empat masalah utama, yaitu: (1) bagaimanakah
cerita Mayadanawa dalam tradisi Sastra? (2) bagaimanakah cerita Mayadanawa
dalam tradisi Seni? dan (3) bagaimanakah resepsi masyarakat Bali terhadap
cerita Mayadanawa dalam tradisi agama Hindu? Secara umum penelitian ini
bertujuan untuk menggali dan mengungkapkan kompleksitas mitos cerita Mayadanawa
sebagai salah satu khazanah kesusastraan Bali, yang berwujud kompleks ide atau
gagasan yang terekam dalam genre cerita rakyat (folkstory). Tujuan
khusus penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui cerita Mayadanawa dalam
tradisi sastra; (2) untuk mengetahui cerita Mayadanawa dalam tradisi seni; dan
(3) untuk mengetahui resepsi/penyambutan masyarakat Bali terhadap mitos cerita
Mayadanawa dalam tradisi agama Hindu, dan diharapkan bermanfaat: (1) sebagai
upaya pengembangan studi ilmu sastra dalam hal khazanah sastra lama, khususnya
sastra lisan (satua) Bali; (2) dapat memberikan informasi akademis dan
menambah khazanah pengetahuan kajian wacana sastra, dan (3) dapat membantu
peneliti lain dalam pengembangan pengetahuan, khususnya tentang kelisanan,
tokoh-tokoh rekaan dalam teks tulis atau lisan dalam konteks masyarakat Hindu
pada berbagai representasi sosial.
FAKULTAS ILMU BUDAYA