ASPEK KOHESI DAN KOHERENSI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI DENPASAR
ASPEKKOHESI DAN KOHERENSI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS X SMANEGERI DENPASAR
Ni
Putu Candra Gunasari, S.Pd. M.Pd.
Program
Studi Doktor (S3) Ilmu Linguistik Universitas Udayana
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat penuturnya untuk
berinteraksi. Fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi. Manusia berbahasa
dan melalui bahasa mereka dapat berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bahasalah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan
Tuhan yang lain. Suatu bahasa tidak akan bermakna jika tidak digunakan atau
difungsikan. Satuan bahasa terlengkap dalam linguistik adalah wacana. Dalam
hierarki gramatikal, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi yang direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh.
Dueraman (2007:42)
menjelaskan bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling
kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaanya meliputi fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Secara
singkat wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan
kalimat yang kontiunitas, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi.
Dengan kata lain wacana adalah satuan-satuan tuturan yang merupakan realisasi
bahasa dapat diwujudkan sekurang-kurangnya satu paragraf. Realisasi wacana
dapat berupa karangan yang utuh yakni novel, buku, seri ensiklopedia dan
realisasi wacana lisan yaitu tuturan.
Ilmu linguistik secara
umum diklasifikasikan ke dalam linguistik mikro (meliputi fonologi, morfologi,
semantik, dan sintaksis) dan linguistik makro (meliputi pragmatik,
sosiolinguistik, psikolinguistik dan linguistik terapan). Applied linguistics atau linguistik terapan adalah penggunaan ilmu
bahasa dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pembelajaran bahasa.
Pada
hakikatnya pengajaran bahasa diarahkan untuk mencapai fungsi komunikasi
(Richard, 1986:12). Bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi dengan mudah
dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pengajaran bahasa dibagi menjadi empat aspek keterampilan/kemahiran berbahasa
yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis yang keempatnya merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dalam
pembelajaran di kelas seperti halnya keterampilan berbahasa yang lain,
keterampilan menulis selalu mendapat perhatian. Dalam pembelajaran di
sekolah-sekolah, keterampilan menulis diperhatikan karena keberhasilan siswa
dalam mengikuti pelajaran banyak ditentukan oleh keterampilan menulis mereka
(Keraf, 2001:16). Dalam hal ini, proses belajar mengajar tidak dapat
berlangsung tanpa menulis. Keterampilan menulis bersifat fungsional terhadap
pengembangan diri siswa, baik untuk melanjutkan studi maupun untuk terjun dalam
kehidupan bermasyarakat. Menulis merupakan upaya mengekspresikan apa yang
dialami, dilihat, dipikirkan, dan dirasakan ke dalam bentuk tulis. Dengan
menulis, siswa dapat mencatat hal-hal penting yang disampaikan oleh guru.
Menulis sangat membantu menyerap dan menguasai informasi baru. Dengan
keterampilan menulis, siswa dapat memahami banyak materi baru dan menyimpannya
lebih lama. Celce-Murcia dan Olshtain (2000:3)
menyatakan bahwa pengajaran bahasa harus terkait dengan wacana dan keseluruhan
konteks yang berkontribusi terhadap komunikasi
Sebagai
salah satu keterampilan berbahasa, keterampilan menulis menurut Beaugrande
(1986:40) merupakan suatu kegiatan yang bersifat produktif dan ekspresif.
Artinya, keterampilan menulis digunakan untuk memproduksi dan mengekspresikan
ide, pikiran, atau gagasan. Keterampilan menulis memegang peran penting dalam
kehidupan sehari-hari. Hal itu sejalan dengan yang dikatakan Callagan (1988:12) bahwa menulis merupakan seni
mengekspresikan ide atau perasaan melalui tulisan, seperti halnya pelukis yang
menuangkan ide atau perasaannya ke dalam bentuk lukisan. Hal itu juga tercermin
dalam pandangan Semi (1995:15) mengatakan bahwa menulis merupakan upaya
mengekspresikan apa yang dilihat, dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam
bahasa tulis. Informasi-informasi dan ide-ide yang dituangkan dalam bentuk
tulisan mampu bertahan lama.
Menulis
sebagai salah satu kemampuan berbahasa merupakan suatu keterampilan berbahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung. Selain itu, menulis juga merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan itu, seorang penulis harus secara
teratur memanfaatkan grafologi, struktur
bahasa, dan kosakata. Keterampilan ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan
praktik yang teratur, Tarigan (1990: 214).
Widyamartaya
(1990:31) mengatakan bahwa menuangkan sebuah gagasan adalah memberi bentuk pada
segala sesuatu yang kita pikirkan. Dikatakan pula bahwa segala sesuatu yang
kita rasakan merupakan rangkaian, khususnya kata-kata yang tertulis dan
tersusun dengan baik sehingga gagasan yang disampaikan dapat dipahami dan
diperoleh manfaatnya dengan mudah oleh orang lain.. Sejalan dengan pengertian
di atas, Caraka (1971: 7) berpendapat bahwa
mengarang berarti menggunakan bahasa
untuk menyatakan isi hati dan buah pikiran secara menarik yang mengena pada pembaca.
Ketika akan
mulai membuat sebuah karangan, sebaiknya ide sudah disiapkan sehingga ketika
mengarang arah karangan sudah dapat ditentukan dan waktu yang diperlukan
relative singkat. Mengarang adalah sebuah kegiatan yang mengungkapkan sesuatu
secara jujur, tanpa rasa emosional yang berlebihan, realistis, dan tidak
menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Pengungkapan dan uraiannya pun harus
jelas dan teratur sehingga dapat mencerminkan jati diri pengarang. Dari hasil
karangannya dapat terlihat bahwa si pengarang dengan sungguh-sungguh menguasai
dan menghayati apa yang sedang ditulisnya sehingga dapat meyakinkan pembaca.
Agar dapat menggambarkan hal tersebut, dalam membuat sebuah karangan sebaiknya
menyusun kalimat secara cermat, pilihan kata yang tepat, dengan penulisan tanda
baca yang tepat.
Sebagian
orang beranggapan bahwa sebuah karangan akan dinilai sebagai karangan yang baik
bila dijalin dengan kalimat-kalimat yang panjang. Padahal, hal itu merupakan
tanggapan yang keliru. Justru sebaliknya, kalimat-kalimat yang pendek jika
dibuat secara tepat akan lebih berbobot daripada kalimat yang panjang.
Kalimat-kalimat yang panjang tersebut justru sering tidak saling koheren karena
hanya berputar-putar dan gagasan meloncat-loncat. Walaupun disarankan
menggunakan kalimat pendek, tetapi variasi kalimat merupakan salah satu cara
membuat karangan menarik dan tidak membosankan sehingga tidak benar apabila
seluruh karangan hanya disusun oleh kalimat-kalimat yang pendek sehingga perlu adanya keseimbangan antara kedua hal tersebut.
Kalimat-kalimat yang bermutu, singkat, padat, jelas, dan benar. Apabila
tidak dapat dihindari, kalimat yang
panjang dapat pula dipakai dengan tanpa mengubah ide utama dan hubungan antara
bagian-bagian kalimat tersusun dengan baik dan saling berkesinambungan. Dengan
menulis siswa dibantu untuk memperkuat tata bahasa yang struktur, idiom, dan
kosakata yang telah diajarkan, untuk memiliki petualangan dengan bahasa, melampaui apa yang mereka miliki belajar untuk mengatakan dan untuk terlibat
dalam bahasa baru.
Menulis
membutuhkan proses yang panjang untuk kegiatan atau proses yang kompleks yang
melibatkan sejumlah keterampilan canggih yang memasukkan kritis berpikir dan
logis pengembangan ide-ide. Sehubungan
dengan ini, Callagan (1988:24)
menyatakan bahwa menulis adalah kegiatan
yang sangat kognitif yang membutuhkan kontrol
dari variabel secara bersamaan. Ketika mereka menulis,
mereka bekerja secara intensif dengan
bahasa baru di tingkat teks keseluruhan,
tingkat paragraf, tingkat kalimat dan
tingkat kata. Pada setiap tingkat,
mereka membutuhkan alat. Siswa perlu memperhatikan kosakata untuk pilihan kata
yang tepat. Selain itu, mereka membutuhkan pengetahuan tentang struktur tata bahasa dan tanda baca
untuk membuat tulisan-tulisan mereka
dapat dimengerti pembaca.
Pembelajaran
menulis di sekolah juga diarahkan pada keterampilan menulis narasi. Karangan
narasi diajarkan di sekolah-sekolah dimaksudkan agar siswa mampu mengungkapkan
dan menceritakan pengalaman atau kejadian yang menarik yang ditemui dalam kehidupan
siswa sehari-hari. Pembelajaran menulis yang demikian itu selanjutnya akan
sangat berguna bagi hidup kehidupan mereka kelak, terutama yang berminat dan
menentukan pilihan untuk menempuh jalan hidup melalui menulis.
Menulis
adalah salah satu keterampilan berbahasa bukanlah keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun.
Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian
bahasa tulis yang teratur, sistematis, dan logis bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, melainkan pekerjaan
yang memerlukan latihan terus menerus dan berkesinambungan. Untuk memperoleh
hasil yang baik, kegiatan menulis
seseorang perlu dipantau secara maksimal agar dapat mengatasi kesalahan-kesalahannya, misalnya kegiatan
tulis menulis yang dilakukan oleh siswa
di sekolah. Oleh karena itu, materi kegiatan menulis di sekolah hendaknya mendapat perhatian yang khusus.
Sebuah ide
pasti sudah harus ada sebelum mulai mengarang, agar tidak membuang-buang waktu dan bicara hilir-mudik
tanpa tujuan. Jadi, dapat disimpulkan
mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur, tanpa rasa emosional yang berlebih-lebihan, realistis
dan tidak menghambur-hamburkan kata
secara tidak perlu. Pengungkapan dan uraianpun harus jelas dan teratur,
agar dapat mencerminkan jati diri
pengarangnya, bahwa si pengarang sungguh sungguh menguasai dan menghayati apa
yang sedang ia tulis, sehingga dapat
menarik dan meyakinkan pembaca. Penyusunan kalimat pada suatu karangan
disusun secara cermat, kata-kata yang digunakan tepat, begitu juga dengan tanda
bacanya. Semua unsur bahasa tulis perlu diperhatikan dan dipergunakan sebaik
baiknya agar pesan informasi yang akan disampaikan dapat diterima oleh pembaca
secara tepat. Salah satu ruang lingkup kompetensi dan materi Bahasa Indonesia
dalam kurikulum 2013 berdasarkan aspek-aspek komunikatif yaitu: kompetensi
komunikatif fungsional bertujuan mengembangkan potensi social dan akademik
siswa dengan menggunakan jenis teks naratif. Pembelajaran keterampilan menulis
teks narasi di Sekolah Menengah Atas (SMA) mengalami beberapa hambatan yang
dialami siswa selama proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil observasi
sekilas di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya menulis teks narasi dilakukan dengan metode ceramah. Metode ceramah
merupakan metode pembelajaran yang bersifat satu arah dan masih berpusat pada
guru. Metode yang digunakan tidak memotivasi siswa dalam menulis teks narasi.
Selain itu kurangnya latihan menulis dalam kelas dan assesmen pembelajaran
tidak berjalan dengan baik. Hal ini berbanding lurus dengan hasil tes awal
menulis teks narasi pada siswa di kelas X SMA, dimana rata-rata nilai
pembelajaran menulis narasi siswa dari beberapa SMA Negeri di Denpasar
diperoleh di bawah KKM yang ditentukan, yaitu 65 dan masih belum mencapai batas
ketuntasan 75 yang menjadi ketentuan sekolah.
Keterampilan
menulis narasi akan terwujud apabila
bahasa yang digunakan efektif, baik yang mencakup sistem bunyi, sistem bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis) maupun sistem struktur kalimat, isi, ejaan yang
tepat dan benar. Selain itu, fokus utama pengajaran menulis adalah untuk mengembangkan kompetensi
dalam menciptakan atau membangun sebuah
tulisan yang baik. Tulisan yang baik menurut Corbett dalam Sutama (1997) membutuhkan komponen penting yang harus dipenuhi, yaitu, kohesi dan koherensi.
Pada
kenyataannya sekarang kemampuan siswa dalam karangan kohesif dan koherensif
belum dipakai secara menyeluruh. Begitu pula dengan masalah kurang
difungsikannya satu aspek pendidikan yang sangat penting yaitu pembuatan wacana
yang koheren. Penyusunan wacana yang ideal adalah penyusunan wacana yang sudah
disusun dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami.
Kohesi dan
koherensi dianggap sebagai dua komponen penting
keterampilan menulis yang merupakan bagian penting dan jaminan kualitas penulisan. Dua komponen ini
adalah dua dari tujuh standar untuk
tekstualitas (milik menjadi teks) (Suladi,
2000:40). Di lain kata-kata, dapat
dikatakan bahwa jika teks tidak memiliki
kohesi dan koherensi, tidak memenuhi syarat sebagai teks. Selain itu, Celce (2000:125)
menyatakan bahwa kohesi dan koherensi
adalah dua fitur penting teks yang
ditulis dengan baik yang harus
dipertimbangkan secara tertulis.
Karena
kohesi dan koherensi penting dalam membangun kualitas teks, guru sebagai
fasilitator, melalui pengajaran, perlu mengembangkan kemampuan siswa dalam
menghasilkan teks yang kohesif dan koherens. Mengenai istilah koherensi, beberapa peneliti dan ahli bahasa
mendefinisikannya dari perspektif yang
berbeda. Connor (1990:35)
menyebutkan koherensi sebagai
jalur dalam teks yang menghubungkan
ide-ide dan membuat aliran berpikir
berarti dan jelas untuk pembaca.
Halliday dan Hasan (1976:22) menyebutkan
bahwa teks-teks yang koheren memiliki dua
karakteristik: kohesi dan mendaftar.
Namun, siswa sering menghasilkan
tulisan yang tidak koheren. Fakta
ini dibuktikan dengan beberapa
penelitian pada tulisan siswa yang
menyatakan bahwa kurangnya koherensi
dalam aliran ide melalui komposisi
adalah salah satu masalah utama yang dihadapi oleh siswa. Pada kenyataannya, kemampuan
siswa mengasilkan wacana tulis yang kohesif dan koheren masih rendah, termasuk
ketika menulis wacana narasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan penafsiran yang
berbeda antara yang dipahami pembaca dengan ide yang disampaikan penulis.
Kemungkinan penyebabnya adalah karena kurangnya mendapat perhatian dalam
pengajaran menulis narasi di kelas.
Mengingat
bahwa kelas X tersebut masih dalam taraf pembelajaran, pastilah siswa mengalami banyak kendala dalam
menulis sebuah karangan. Pemilihan kelas X karena kelas X merupakan adaptasi
seorang siswa dari SMP menuju SMA dan masih ada jarak waktu untuk mendapatkan
nilai ujian nasional dari pembelajaran sejak awal. Masalah yang dihadapi siswa
berputar tentang kosakatanya yang masih sangat minim, sulitnya menuangkan
gagasan atau ide, dan lain sebagainya. Pengalaman penulis dalam mengoreksi
hasil karangan siswa pada waktu
observasi ternyata hasilnya masih belum memuaskan. Masih terlihat dalam hasil karangan siswa,
siswa tersebut masih kesulitan dalam hal
menuangkan ide atau gagasannya, dan belum memahami tentang kaidah mengarang
yang baik, serta minimnya kosakata yang mereka punya. Keterbatasan kosakata tersebut membuat pembaca merasa
bosan untuk membacanya karena karangan
tersebut hanya menggunakan kata-kata yang sama dan berkesan monoton. Karangan yang belum baik tersebut
dapat dilihat dari gagasan yang
dicurahkan tidak runtut dalam menghubungkan kata menjadi kalimat,
kemudian kalimat menjadi paragraf masih
belum tepat.
Komik tanpa
teks merupakan suatu media yang baik dalam meningkatkan minat siswa dalam
menulis. Komik tanpa tek adalah suatu rangkaian gambar yang terpisah tetapi
saling berkaitan yang membentuk urutan cerita tanpa disertai tulisan atau
kata-kata sebagai penjelasan dari gambar. Gambar yang terdapat dalam komik
tanpa teks mempunyai kekutan untuk memancing perhatian serta mempengaruhi sikap
dan perilaku pembacanya. Karakteristik yang nyata dari komik tanpa teks dapat
mempersingkat penjelasan yang panjang serta rumit melalui unsur gambar yang
ditampilkan sehingga menjadi sederhana dan mudah dipahami. Siswa yang cenderung
senang membaca komik akan tertarik mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan
hasil temuan di atas, didapatkan bahwa faktor permasalahan yang mendasar yaitu
bersal dari guru itu sendiri dan motivasi peserta didik itu sendiri untuk
meningkatkan kemampuan menulis teks narasi. Keterampilan menulis narasi
merupakan keterampilan berbahasa sangat diperlukan oleh siswa. Dalam hal ini,
dengan penguasaan keterampilan menulis narasi, siswa dapat mengungkapkan dan
menceritakan pengalaman atau kejadian yang menarik yang ditemui dalam kehidupan
siswa sehari-hari. Hal itu selanjutnya akan sangat berguna bagi hidup kehidupan
mereka kelak, terutama yang berminat dan menentukan pilihan untuk menempuh
jalan hidup melalui menulis.
Berdasarkan
paparan realtitas dan pandangan di atas, bahwa susahnya siswa menuangkan ide
menjadi tulisan narasi yang kohesif dan koheren, maka dalam penelitian ini, peneliti
tertarik untuk merancang media pembelajaran dan meneliti kohesi dan koherensi
tulisan narasi siswa berbasis media komik tanpa teks di SMA Negeri Denpasar.
FAKULTAS ILMU BUDAYA